KRITIS, LOYAL DAN MUNASLUB YANG KONSTITUSIONAL

Palangkanews.co.id. – Sesungguhnya kritis dan loyal berorganisasi itu merupakan sebuah keharusan jika kita ingin organisasi maju. Tidak hanya itu, tetapi juga dibutuhkan sikap revolusioner dan visioner. Semua itu harus menjadi satu paket untuk memajukan berbagai program dan agenda dalam sebuah organisasi.
Sikap kritis dibutuhkan, agar siapapun yang menjalankan roda organisasi harus diawasi agar tidak membuat pemangku kebijakan keluar dari jalur yang melanggar konstitusi. Sebab kekuasaan yang berlebih cenderung korup dan lupa Tuhan. Namun mengkritisi secara berlebihan (over) biasanya juga menimbulkan ke tidak baikan, karena dipastikan ada keinginan yang negatif (tidak berdasar).
Begitupun dengan loyalitas. Dalam memajukan organisasi diperlukan Loyalitas dan Integritas. Sebab salah satu Marwah berorganisasi adalah itu. Namun koyalitas buta juga tidak benar, sebab dapat melanggengkan kelemahan dan keburukan kekuasaan tanpa dasar (substansi) yang rasional. Salah atau benar pokoknya harus. Yang diperlukan loyalitas cerdas bukan buta.
Karena itu Kritis dan Loyalitas itu harus memiliki keseimbangan. Ibarat manusia, punya otak kanan dan kiri untuk memberi keseimbangan. Begitu pula berorganisasi.
Dalam kontek MOI, dengan Tagline, Profesional, Kritis dan Konstruktif itu, tidak semua pengurus dan anggota, yang tidak visioner dapat mengikuti perkembangan. Maka langkah “revolusioner konstitusional” dianggap melanggar dan dianggap perlu melakukan over kritisi (Munaslub).
Padahal substansinya adalah kumpulan pemikiran orang yang tidak mampu mengikuti perkembangan, sehingga kemudian mencari-cari masalah. Ibarat pepatah mengatakan,”Buruk Rupa Cermin Dibelah.”
Sisi lain adalah adanya “Kekuasaan Hitam” yang terus membayangi organisasi MOI. Aura negatif itu, mencoba atas nama komitmen dan konstitusi tanpa dasar, mau menguasai, seolah mengatakan, “Jika tidak tunduk”, maka akan dibumi hanguskan seperti yang lalu-lalu.
Arogansi kekuasaan kelompok kepentingan itu sesungguhnya, menurut saya bukan mau memajukan MOI, tapi mau mengkerdilkan dan membonsai MOI agar tetap bisa menjadi “kelinci” dan “sapi perah” kepentingan segelintir orang dan kelompok. Loyalitas semu.
Bagaimana dengan Munaslub? Dalam setiap organisasi, hal seperti itu biasa, karena Munaslub dilakukan karena hal yang luar biasa, baik karena dalam keadaan genting atau organisasi yang tidak berjalan.
Namun Pelaksanaan Munaslub juga diatur mekanismenya oleh mereka yang memiliki kewenangan beserta mekanisme dan tata cara yang konstitusional demokrasi.
Dalam konteks Munaslub MOI, sesuai dengan ketentuan jelas disebutkan dapat dilakukan jika dinilai ada yang membahayakan organisasi. Jika ada yang dianggap membahayakan organisasi MOI, pertanyaannya adalah apakah sebuah gagasan mau mendirikan sayap organisasi yang namanya Persatuan Wartawan Media Online Indonesia (MOI) itu haram? Ini baru wacana dan tidak ada Keputusan apapun atas gagasan itu. Selain Berdasarkan konstitusi MOI tidak ada yang mengatur itu.
Kendati demikian, Ketua Umum MOI, Rudi Sembiring Meliala kemudian menarik gagasan mendirikan PWMOI untuk menjaga “persatuan dan kesatuan” serta tidak menimbulkan gesekan psikologis dan keretakan yang akan memperlemah kemajuan organisasi. Kepada siapapun yang mau mendirikan organisasi secara pribadi, MOI tidak memiliki kewenangan untuk melarang.
Dalam konteks ini, sesungguhnya persoalan Pendirian PWMOI sudah selesai. Tidak perlu dibahas lagi. DPP MOI fokus menjalankan program sesuai hasil Rakernas menjadi anggota Dewan Pers.
Tetapi menurut saya, karena ada “Kekuasaan Hitam” yang ingin eksistensi MOI harus dalam kendali, begitu tidak bisa menerima sikap Profesional, Kritis dan Konstruktif DPP MOI, yang dilakukan adalah sikap destruktif.
Syahwat negatif mereka menjadi memuncak dengan satu tujuan “membumi hanguskan”, siapapun mereka yang tidak tunduk peda pemikiran “feodalis” mereka. Ambisiusme didukung segelintir orang yang tidak paham konstitusi organisasi, ingin bermain api atas nama Munaslub. Maka saya katakan Munaslub itu dekat dengan pelanggaran hukum jika tidak berdasar dan makar organisasi.
Dalam konstitusi MOI, jelas diatur Munaslub itu dapat dilaksanakan atas dukungan 2/3 pengurus DPW MOI. Pelaksana Munaslub adalah Dewan Pimpinan Pusat dan tentu harus memiliki substansi yang kuat. Jika tidak, maka bisa gugur secara konstitusi.
Atas pemikiran yang over kritis itu, sesungguhnya jika ditemukan bukti2 yang akurat, Dewan Pimpinan Pusat MOI dapat melakukan tindakan organisasi, lebih-lebih dengan mundurnya Dewan Penasehat, saudara M.Taufik sesuai dengan surat yang dikirimkan.
Intinya dalam berorganisasi sikap kritis, loyalitas dan Munaslub itu sah-sah saja sebagai bagian dari dinamika organisasi. Tetapi jika berlebihan tentu saja tidak baik. Adanya keinginan melaksanakan Munaslub MOI yang dimobilisasi kelompok kepentingan jika tidak memiliki substansi yang mendasar bisa melanggar konstitusi. Lebih-lebih jika tidak melalui mekanisme organisasi secara konstitusional.
Pijakan Munaslub tidak bisa dilakukan atas dasar “perasaan”, “komitmen” dll tanpa dasar konstitusi, maupun fakta dan data. Munaslub juga tidak bisa dilakukan untuk membatasi hak demokrasi seseorang berserikat dan berkumpul, termasuk mau mendirikan organisasi apapun sepanjang tidak melanggar konstitusi dan hukum
Jika gerakan Munaslub dilakukan, maka DPP MOI dapat melakukan tindakan konstitusional untuk menyelamatkan organisasi dari kepentingan pemikiran jahat yang ingin merusak kemajuan dan kebesaran Organisasi MOI.
MOI, The King Of Indonesian Online Media.
Pewarta:Tim Pknews
Sumber:Herey Battileo
Edi/Ad:Syaiful