Abdon Nababan Dorong Pemerintah Daerah Segera Melahirkan Perda Pengakuan Masyarakat Adat Untuk Perlindungan Hukum Jangka Panjang Terhadap Peladang Tradisional

oleh -219 views
oleh

Muara Teweh, Palangkanews.co.id- Kriminalisasi terhadap peladang tradisional atas tuduhan karhutla masih saja terus berlangsung hingga saat ini akibat adanya kekosongan aturan (wet vacuum) yang dapat dijadikan payung hukum terhadap Peladang Tradisional di Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terkait dengan itu, Abdon Nababan, Wakil Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Nasional, dikesempatan wawancara dengan awak media Palangkanews mengatakan,
“Permasalahan utama peladang tradisional selama ini adalah kegiatan berladang itu belum diakui dan dicatat sebagai salah satu jenis pekerjaan di Negara ini, karena itu Negara pun tidak hadir memberikan perlindungan. Umumnya masyarakat adat khususnya para peladang tradisional ini pun belum diakui dan dicatat sebagai pemegang hak konstitusional dalam kontek hak masyarakat adat, sementara berladang secara tradisional adalah bagian dari hak konstitusional yang seharusnya diakui, dihormati dan dilindungi oleh negara.
berladang tradisional itu adalah hak budaya dari masyarakat adat,
berladang tradisional juga HAM warga negara untuk memiliki pekerjaan yang layak, dan tentu saja berladang itu adalah pekerjaan yg sangat layak”, Papar Beliau.

“Pengakuan terhadap masyarakat adat secara deklaratif sudah dinyatakan di UUD1945, Ps. 18 B ayat (2) dan Ps. 28 I ayat (3). Masalahnya sampai hari ini belum ada pencatatan/pengadministrasian keberadaan masyarakat adat dan wilayah adatnya. Untuk itu kita mendorong perlunya produk hukum Daerah untuk pencatatan/pengadministrasian” tegas Bang Abdon.

Lebih lanjut Abdon menambahkan, “Perlu dicatat dan digaris bawahi, masyarakat adat dan wilayah adatnya belum tercatat itu bukan kesalahan masyarakat adat tapi kelalaian Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Harapan Saya, masyarakat adat harus terus bergerak mengorganisir diri dan memperluas mobilisasi sosial untuk melawan kriminalisasi Peladang dan menekan para pejabat publik untuk mengakui, menghormati dan melindungi masyarakat adat, termasuk pekerjaan mulia berladang dengan sistem membakar lahan sesuai budaya dan kearifan lokal daerah masing masing.”

“Solusi yang paling bisa disegerakan sebenarnya mudah saja, Semua kepala desa membuatkan daftar warganya yg berladang secara tradisional dan daftar dari para kepala desa itu dicatatkan di Pemkab sebagai peladang tradisional yg punya hak berladang sesuai UU PPLH 32/2009 akan terlindungi dari kriminalisasi, karena perladangan tradisional maksimal 2 hektar per KK, tanaman varietas lokal, pembakaran dengan sekat bakar yang tentu tertuang pada tata cara kearifan lokal setiap suku dilindungi oleh UU PPLH. Itu untuk jangka pendek, untuk jangka menengah tentu saja segera menerbitkan PERDA Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat adat khususnya peladang tradisional”. Pungkas beliau panjang lebar.

Dalam kesempatan berbeda, di lain tempat, Bupati Barito Utara H. Nadalsyah dalam wawancara singkat dengan awak media FBN.net meminta dukungan dari Ormas ormas di Barito Utara, agar Peladang Tradisional di Kawasan Barito Utara bisa berladang dengan rasa aman dan penuh tanggung jawab melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan aturan hukum adat dan ketentuan yang sudah diakui oleh Negara.

“Karena beberapa Desa di Barito Utara bahkan bisa menyumbangkan hasil ladang tradisional mereka tahun ini, dan jangan sampai ada lagi kebakaran hutan akibat para peladang membakar lahannya kemudian ditinggal begitu saja karena takut ditangkap oleh aparat polisi”, terang Pak Bupati yang visioner ini.

Gayung bersambut, Beberapa Ormas di Barito Utara telah bersinergi untuk menyusun Naskah Akademik dan Kajian Adat masyarakat peladang tradisional dengan sistem membakar ini. Diharapkan tentunya langkah-langkah ini bisa mempercepat adanya kepastian hukum dan perlindungan hukum untuk para peladang tradisional di wilayah Barito Utara demi tercapainya keadilan sosial untuk segenap warga bangsanya.

Pewarta : Leny Kabiro Barut